Jumat, 29 April 2011

betabhi ka.....

betabhi ka..... kamoshi ka.....
ik anjana sa naghma hai
mehsosh isse karke dekho
har samsh yahan ik najma hain
isko jitna samjho kaam hain
jeevan sukh dukh ka sangam hai
kabhi patchad hain kabhi saawan hain
ye aata jaata mausam hain
kabhi hasna hain kabhi rona hain
jeevan sukh dukh ka sangam hain

kebungkaman yang meresahkan bagai sebuah irama yang tak dikenal
lihatlah ke lubuk hati ini dimana setiap helaan napas bagai sebuah tekanan jiwa
sebanyak yang bisa kau pahami
bahwa hidup adalah perpaduan antara suka dan duka
ada kalanya kemarau dan ada kalanya musim semi
begitulah musiom datang silih berganti
kadang ada tangis kadang ada gelak tawa
itulah perpaduan antara suka dan duka

Selasa, 26 April 2011

ibuku: perempuan perkasa



Ibu. Ketika mendengar kata itu, mungkin yang terbersit dalam pikiran kita adalah ‘ocehan’. Memang seperti itu. Ibu sering memberi kita nasehat-nasehat dan cacian yang membuat hati kita sakit dan telinga kita malas mendengarnya. Tetapi ketahuilah sesungguhnya semua itu untuk kebaikan kita. Ibu melakukan itu agar kita tidak terjerumus kepada dunia kegelapan, yang bila kita berada di sana, kita sudah jauh dengan Allah. Ibu tidak pernah sekalipun berniat intuk memarahi kita, ia hanya memperingatkan kita. Tetapi kita tidak pernah mengerti dengan apa yang diinginkannya.

Ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk kita. Ia rela bekerja keras demi untuk memenuhi kebutuhan kita, ia berusaha memenuhi kebutuhan sekolah meski itu bukan kewajibannya. Ia tidak pernah lelah untuk bekerja keras. Ia selalu punya keyakinan bahwa anaknya akan sukses. Itu adalah harga yang ia berikan pada apa yang telah kita lakukan padanya. Sungguh tidak sebanding dengan apa yang telah kita berikan. Setiap pagi, ia bangun lebih awal, ia membuatkan makanan untuk kita makan sepanjang hari, walaupun kita tidak memintanya, tapi mengapa kita terkadang tidak menghargai apa yang telah ia lakukan pada kita. Ia menuai butir-butir padi setiap pagi, di tengah terik matahari, tanpa kenal lelah, keringat mengucur deras dari seluruh tubuhnya. Tubuhnya lemas, lelah, lesu, tapi ia tdak pernah memperdulikan itu semua. Ia bahkan terus melanjutkan pekerjaannya hingga matahari tenggelam di ufuk barat. Ia pulang dengan badan penuh keringat dan dengan wajah yang penuh keletihan. Ia tidak menginginkan imbalan apapun. Ia hanya ingin agar anaknya kelak menjadi orang yang sukses, tidak seperti dirinya, yang harus bersusah payah mencari uang. Tidak terlintas sedikitpun dalam pikirannya untuk dipuji dan dihargai, tapi itulah sebenarnya kewajiban kita padanya. Menghargai dan memuliakannya sepanjang hidupnya.

Ada sebuah hadits nabi mengatakan “Keridloan Allah terletak pada keridloan prang tua. Dan kemarahan Allah terletak pada kemarahan orang tua.” Hadits itu mengajarkan pada kita bahwa jika kita ingin segala sesuatu kita diridloi oleh Allah, maka kita harus mencari ridlo orang tua. Dan jika orang tua itu marah(terutama ibu) pada kita, maka Allah juga akan marah pada kita. Selain itu, bukankah ibu yang melahirkan kita ke dunia, ia membuat kita ada di dunia ini. Tanpa ia kita tidak ada.

Tegakah kita untuk membohonginya, ia kira kita mencari ilmu, tapi ternyata kita hanya bermain-main. Ia kira kita mengerjakan tugas, tapi kita hanya bermain-main. Ia kira kita belajar, tapi kita hanya bermain-main. Sebandingkah dengan apa yang telah ia berikan pada kita.

oleh karena itu, sadarlah kawan, muliakan ibu kita, hargai dia, sayangi dia, layaknya ia menyayangi kita dulu. meskipun kasih sayang kita tidakmampu menyaingi kasih sayangnya. setidaknya kita bisa membuat hatinya bahagia dan ia merasa dihargai. seperti kata pepatah "kasih ibu sepanjang jalan , kasih anak sepanjang galah." hargai dan muliakan ibumu selama mereka masih ada dan selama kau bisa memberikan apa yang ia butuhkan. suatu saat kau akan tau ketika ia sudah tiada bahwa itu semua sangat penting. percayalah kawan, dengan menuruti perkataan ibu, hidupmu tidak akan sengsara, kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan meskipun dengan cara yang berbeda.