PENGERTIAN HADITS RIWAYAH & HADITS DIRAYAH
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Studi Al-Hadits”

Disusun Oleh:
Syuria Astuti D07210026
Khoiriyatul Anifah D07210027
Zulfa Awalul M D07210028
Nur Kholifatul Ula D07210029
Dosen Pembimbing :
Drs. H. Sukron Jazilan
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PGMI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2010
A. Hadits Riwayah
- Pengertian Hadits Riwayah
Ilmu hadits riwayah adalah ilmu untuk mengetahui cara-cara penulisan pemeliharaan dan pembukuannya ulama yang merintis lahirnya ilmu riwayah. Ini adalah Muhammad Bin Syihab Az Zuhri.
Akan tetapi menurut pendapat dari Ajjaj Al Khotib mengatakan bahwa ilmu hadits riwayah itu adalah ilmu yang mempelajari hadits-hadits Nabi SAW baik itu dari segi perkataan (qauli), perbuatan (fi’li), pernyataan isyarat dan tabiat maupun tingkah laku Nabi itu sendiri.
Disamping itu ada juga pendapat dari ibnu al-akfani tentang pengertian ilmu hadits riwayah yaitu ilmu yang mencakup perkataan dan perbuatan Nabi. Baik dalam periwayatannya, pemeliharaannya maupun penulisannya atau pembakuan lafadz-lafadznya.
Adapun ilmu hadits riwayah itu tidak dikonsentrasikan atau difokuskan pada penilaian terhadap sebuah hadits dari kebenarannya atau sebaliknya dan juga tidak pada penilaian sanad-sanadnya baik yang berhubungan antara satu sanad dengan lainnya atau terputusnya sanad, tetapi objek pembahasan ilmu hadits riwayah tersebut adalah tentang bagaimana cara menerima hadits, cara menyampaikannya dan membukukannya. Baik itu yang ditinjau dari segi matan dan sanadnya sebuah hadits.
Oleh karena itu dari pendapat-pendapat diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian hadits riwayah itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat yang mana cara mereka meriwayatkannya itu bisa dengan lafadz yang masih asli dari Nabi SAW atau sama persis dengan yang mereka terima dari Nabi SAW bisa juga mereka meriwayatkannya itu bahasannya tidak sama persis seperti yang disampaikan oleh Nabi jadi hanya maknanya saja yang sama.
- Macam-macam hadits riwayah
Hadits riwayah itu dibedakan menjadi dua macam, yaitu hadits riwayah bil-lafdzi dan hadits riwayah bil-ma’na.
a. Hadits riwayah bil-lafdzi
Hadits diwayah bil lafdzi adalah meriwayatkan hadits dengan lafadz maksudnya meriwayatkan hadits itu sesuai dengan lafadz yang mereka terima dari Nabi SAW dan mereka hafal benar lafadz dari Nabi tersebut. Atau dengan kata lainnya itu meriwayatkan dengan lafadz yang masih asli dari Nabi SAW, karena para sahabat itu menerima langsung dari Nabi baik melalui perkataan maupun perbuatan kemudian pada saat itu juga sahabat langsung menulis atau menghafalnya.
Adapun hadits-hadits yang memakai lafadz-lafadz adalah sebagai berikut:
1) سمعته رسول الله صلى الله عليه وسلم (saya mendengar Rasulullah SAW)
2) حدثن رسول الله صلى الله عليه وسلم (menceritakan kepadaku Rasulullah SAW).
3) اخبرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم (mengabarkan kepadaku Rasulullah SAW).
4) رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم (saya melihat Rasulullah SAW berbuat)
Oleh karena itu para ulama bersepakat untuk menetapkan hadits yang diterima secara langsung dari Nabi oleh para sahabat itu menjadi hujjah, dengan tidak ada khilaf.
b. Hadits riwayah bil-ma’na
Hadits riwayah bil-ma’na itu adalah meriwayatkan sebuah hadits dengan makna maksudnya yaitu meriwayatkan hadits dengan maknanya saja sedangkan redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkannya. Atau dengan kata lain apa yang diucapkan oleh Rasulullah hanya dipahami maksudnya saja, lalu disampaikan oleh para sahabat sendiri dengan lafadz atau redaksi dari mereka sendiri-sendiri. Hal ini terjadi karena diantara para sahabat itu tidak sama daya ingatnya, ada yang kuat (dhabit) dan ada pula yang lemah ingatannya. Dalam meriwayatkan hadits secara makna ini hanya diperbolehkan ketika hadits-hadits belum terhimpun. Akan tetapi hadits-hadits yang sudah terhimpun dan dibukukan dalam kitab-kitab tertentu (seperti sekarang), tidak diperbolehkan merubahnya dengan lafadz/ matan dengan yang lain meskipun maknanya tetap.
Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa meriwayatkan hadits dengan maknanya itu sebagai berikut:
1) Tidak diperbolehkan, pendapat segolongan ahli hadits, ahli fiqh dan ushuliyyin.
2) Diperbolehkan meriwayatkan hadits dengan syarat yang diriwayatkan itu bukan hadits marfu’
3) Diperbolehkan, baik hadits itu marfu atau bukan asal diyakini bahwa hadits itu tidak menyalahi lafadz yang di dengar, maksudnya hadits itu dapat mencakup dan tidak menyalahi.
4) Diperbolehkan bagi perawi yang tidak ingat lagi lafadz asli yang ia dengan akan tetapi bila sudah ingat, maka tidak boleh menggantinya.
5) Ada pendapat yang mengatakan masalah lafadz diganti itu tidak menjadi persoalan, jadi diperbolehkan mengganti lafadz dengan murodifnya.
6) Jika hadits tidak tentang masalah ibadah atau yang diibadati, seperti hadits mengenai ilmu dan sebagainya maka itu diperbolehkan dengan catatan yaitu hanya pada periode sahabat, bukan ahdits yang sudah di dewankan atau dibukukan dan tidak pada lafdadz yang diibadati, umpamanya tentang lafadz tasyahud dan qunut.
Disamping itu ada dua cara yang dilakukan oleh sahabat. Pertama seluruh huruf yang dikeluarkan oleh Nabi dipandang sebagai sunnah dan ajaran yang perlu diambil bagi umat maksudnya sahabat tersebut melihat sosok kenabian Muhammad SAW. yang kedua sahabat itu melihat bahwa misi Nabi itu tidak lain hanya sebagai pembawa paket perubahan.(rahmatan lil ‘alamin), oleh karena itu para sahabat tidak terikat oleh bahasa Rasul.
B. Hadits Diroyah
- Pengertian Hadits Diroyah
Ilmu hadits diroyah adalah salah satu ilmu hadits yang mempelajari, mengatur Undang-Undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan dan cara-cara menerima dan menyampaikan al-hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya. Ilmu hadits diroyah disebut juga ilmu musthalah hadits.
Cabang-cabang ilmu Musthalah hadits:
a. Cabang yang berpangkal pada sanad anatara lain:
1) Ilmu rijali’l hadits
2) Ilmu thabaqati’r ruwah
3) Ilmu tarikh rijalil hadits
4) Ilmu jarh wa ta’dil
b. Cabang-cabang berpangkal pada matan, antara lain:
1) Ilmu gharibil hadits
2) Ilmu asbabil mutun
3) Ilmu tawarikhil hadits
4) Ilmu talfiqil hadits
c. Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad dan matan:
1) Ilmu ilalil hadits.
Obyek ilmu musthalah hadits adalah meneliti kelakuan rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matan). Menurut sebagian ulama yang menjadi obyeknya ialah Rasulullah SAW sendiri dalam kedudukannya sebagai Rasulullah.
Tujuan mempelajari ilmu musthalah hadits adalah untuk menetapkan diterima atau ditolaknya suatu hadits. Sehingga hadits tersebut dapat di sebut hadits shahih atau bukan dalam mempelajari ilmu mustholah hadits salah satu yang harus diperhatikan ialah keadaan sanad, menurut bahasa sanad berarti sandaran, yang dapat dipercayai. Sedangkan menurut istilah adalah jalan yang dapat menghubungkan matan hadits kepada Nabi Muhammad SAW. salah satu syarat sanad agar hadits tersebut memenuhi kaidah-kaidah hadits diroyah adalah sanadnya tidak terputus, artinya antara rawi satu dan rawi lainnya bersambung dan antara rawi satu dan rawi lainnya tidak boleh ada yang fasiq dan tertuduh dusta. Jika ada salah satu rawi yang mempunyai sifat tersebut, maka hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum.
Sementara itu matan adalah penghujung sanad yaitu sabda Nabi Muhammad SAW, atau biasa disebut isi hadits itu sendiri.
Selain sanad dan matan yang harus diperhatikan adalah sifat-sifat rawi. Rawi adalah orang yang meriwayatkan suatu hadits. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang perawi agar hadits tersebut dapat diterima adalah:
a. Islam
b. Aqil baliqh (mukallaf)
c. Adil
d. Kuat ingatan
Yang dimaksud perawi harus adil adalah:
a. Perawi harus taat dan menjauhi perbuatan maksiat
b. Perawi harus menjauhi dosa yang kecil maupun yang besar dan sopan santun
c. Tidak melakukan perkara-perkara mubah
d. Tidak mengikuti pendapat salah satu Madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’
Sedangkan yang dimaksud dengan kuat ingatannya adalah perawi tersebut ingatannya harus lebih banyak dari lupanya dan kebenarannya lebih banyak daripada kelupaannya.
Dengan melihat uraiah ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah diatas, tergambar adanya kaitan yang sangat erat, yang antara satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena, setiap ada periwayatan hadits tertentu ada kaidah-kaidah yang dipakai dan diperlukan, baik dalam penerimaannya maupun dalam penyampaiannya kepada pihak lain. Sejalan dengan perjalanan ilmu hadits riwayah, maka ilmu hadits dirayah pun terus berkembang menuju kesempurnaannya, sesuai dengan kebutuhan yang berkaitan langsung dengan perjalanan ilmu hadits riwayah. Oleh karena itu, tidakmungkin ilmu hadits riwayah berdiri sendiri tanpa ilmu hadits dirayah, begitu juga sebaliknya.