BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sastra merupakan hasil karya manusia
dalam bentuk tulisan yang mempunyai nilai keindahan.
Sastra merupakan sebuah seni. Dikatakan demikian karena sastra tidsak lepas dari keindahan. Baik keindahan bahasanya maupun keindahan maknanya. Sedangkan yang dimaksud ilmu sastra adalah penelaahan sastra secara ilmiah. Didalam ilmu sastra ini nantinya akan terdapat cabang ilmu sastra. Diantaranya yaitu teori, sejarah, dan kritik sastra.
Sastra merupakan sebuah seni. Dikatakan demikian karena sastra tidsak lepas dari keindahan. Baik keindahan bahasanya maupun keindahan maknanya. Sedangkan yang dimaksud ilmu sastra adalah penelaahan sastra secara ilmiah. Didalam ilmu sastra ini nantinya akan terdapat cabang ilmu sastra. Diantaranya yaitu teori, sejarah, dan kritik sastra.
Sastra sendiri merupakan sebuah seni
berbahasa. Belakangan ini banyak sekali bermunculan sastrawan-sastrawan modern.
Banyak juga dari karya sastra mereka yang akhirnya diangkat ke layar lebar. Ini
menunjukkan bahwa seni sastra berkembang baik di Indonesia. Tetapi sayangnya,
telaah lebih lanjut ataupun pengkajian secara khusus terhadapkarya sastra masih
jarang dilakukan. Untuyk itu pada kesempatan kali ini kami akan mencoba untuk
mengaji tentang ilmu sastra. Selain karena makalah ini merupakan sebuah tugas
yang harus diselesaikan dalam mata kuliah Apresiasi Bahasa dan Sastra
Indonesia, kami juga berharap sajian kami kali ini dapat memperkaya khazanah
keilmuan teman-teman tentang sastra.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
pengertian ilmu sastra?
2.
Bagaimana
Sejarah ilmu satra?
3.
Apa
objek ilmu sastra?
4.
Apa Tujuan
ilmu sastra?
5.
Ruang
lingkup ilmu sastra
6.
Apa Cabang-cabang
dari Ilmu Sastra?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian Ilmu Sastra
2.
Mengetahui
sejarah Ilmu Sastra
3.
Mengetahui
objek Ilmu Sastra
4.
Mengetahui
tujuan Ilmu Sastra
5.
Mengetahui
ruang lingkup Ilmu Sastra
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Sastra
Berbagai pengertian ilmu sastra telah
dirumuskan secara sederhana dan luas oleh pakar sastra. Pengertian ilmu sastra
secara sederhana dan luas itu dapat ditemukan dalam beberapa buku baik kamus,
ensiklopedia maupun referensi sastra.
Istilah ilmu sastra dalam bahasa Inggris general
literature atau literary study. Di Indonesia istilah ilmu sastra
dipadankan dengan studi sastra, kajian sastra, pengkajian sastra, telaah
sastra.
Dalam Pengantar Ilmu Sastra:
Teori Sastra, Badrun berpengertian bahwa ilmu sastra ilmu yang menyelidiki
sastra secara ilmiah. Ilmu sastra menyelidiki karya sastra secara ilmiah[1].
Dalam Kamus Istilah Sastra Indonesia, Eddy berpengertian bahwa ilmu
sastra segala bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala
sastra[2].
Dalam Kamus Sastra, Eneste berpengertian bahwa ilmu sastra adalah
bidang keilmuan yang obyek utamanya karya sastra[3].
Dalam Ensiklopedia Sastra Indonesia, Hasanuddin mengemukakan bahwa ilmu
sastra dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah general literature meliputi
semua pendekatan ilmiah terhadap gejala sastra.
Dalam 9 Jawaban Sastra Indonesia,
Mahayana berpengertian bahwa ilmu sastra adalah ilmu
yang menyelidiki kesusastraan dengan berbagai masalahnya secara ilmiah Ilmu
sastra adalah ilmu yang mempelajari karya sastra[4].
Demikian perumusan pengertian ilmu sastra
secara sederhana, yaitu ilmu yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah dengan
berbagai gejala dan masalah sastra. Pengertian ilmu sastra secara luas dijelaskan di bawah.
Dalam Pemandu di Dunia Sastra, Hartoko
dan Rahmanto menuliskan pengertian sastra sebagai berikut. Ilmu sastra dalam
bahasa Inggris general literature, meliputi semua pendekatan ilmiah
terhadap gejala sastra. Obyek ilmu sastra adalah unsur kesastraan yang
menyebabkan sebuah ungkapan bahasa termasuk sastra. Di samping unsur-unsur
bahasa (struktur, gaya, fungsi politik) faktor-faktor historiko pragmatik dan
psikososial. Juga memainkan peranan (misalnya unsur rekaan dalam komunikasi
bahasa, perkembangan antara pengertian sastra dan sebagainya).
Cabang-cabang ilmu sastra dapat dibedakan
menurut sifat dan lingkup sebuah obyek serta sifat metode (kognitif, cara
pengetahuan) yang digunakan. Mengenai cara pengetahuan dapat dibedakan ilmu
sastra teoretis dan terapan, yaitu teori sastra (juga disebut ilmu sastra umum) dan pengkajian teks.
Mengenai sifat dan obyek yang diteliti dapat dibedakan kritik sastra (yang
meneliti sastra teks) dan sejarah sastra serta ilmu sastra perbandingan[5].
Dalam Pengantar Ilmu Sastra, Luxemburg
dkk mengurai tentang ilmu sastra. Ilmu sastra meneliti sifat-sifat yang
terdapat di dalam teks-teks sastra yang mana
teks-teks tersebut berfungsi dalam masyarakat (1989: 2).
Ilmu sastra umum merupakan sebuah telaah
sistematik mengenai sastra dan komunikasi sastra yang pada prinsipnya tidak
menghiraukan batas-batas antar bangsa
dan antarkebudayaan (1989: 2).
Dari berbagai uraian pengertian di atas rumusan
ilmu sastra sebagai berikut.
1.
Ilmu
sastra ilmu yang menyelidiki sastra secara ilmiah.
2.
Ilmu
sastra ilmu yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah.
3.
Ilmu
sastra segala bentuk dan cara pendekatan ilmiah terhadap karya sastra dan
gejala sastra.
4.
Ilmu sastra sebuah telaah sistematis mengenai
sastra dan komunikasi sastra yang pada prinsipnya tidak menghiraukan batas-batas
antarbangsa dan antarkebudayaan.
B.
Sejarah Ilmu Sastra
Ilmu sastra sudah merupakan ilmu yang cukup
tua usianya. Ilmu ini sudah berawal pada abad ke-3 SM, yaitu pada saat
Aristoteles ( 384-322 SM) menulis bukunya yang berjudul Poetica yang memuat
tentang teori drama tragedi. Istilah poetica sebagai teori ilmu sastra, lambat
laun digunakan dengan beberapa istilah lain oleh para teoretikus sastra seperti
The Study of Literatur, oleh W.H. Hudson, Theory of Literatur Rene Wellek dan
Austin Warren, Literary Scholarship Andre Lafavere, serta Literary Knowledge
(ilmu sastra) oleh A. Teeuw[6].
Sastra sebagai ilmu masih sering diperdebatkan.
Keberatan yang pernah diajukan kepada ilmu sastra umum karena tidak ada
perhatian yang bersifat individual, untuk karya sastra sebagai sebuah karya seni yang unik. “Katanya,
ilmu sastra hanya mau mencari skema-skema bagaimana menceritakan suatu konvensi
dalam puisi serta modul-modul komunikasi tanpa menghiraukan cerita atau puisi
yang satu-satunya itu, yang tak dapat diganti oleh sebuah cerita atau puisi
lain. Tidak menyingung persoalan, karena setiap ilmuwan sastra berusaha
merumuskan pengertian-pengertian umum. Ia ingin tahu sifat-sifat yang merupakan
ciri khas bagi semua karya sastra ataupun sekelompok karya sastra, lagipula kaidah-kaidah
serta konvensi secara khusus berlaku bila kita menghadapi teks - teks sastra,
Luxemburg, dkk (1989: 2 – 3).
Penolakan terhadap keberatan menyatakan ilmu
sastra tidak hanya menekuni kaidah-kaidah, sistem-sistem serta modul-modul.
Seorang peneliti sastra yang ada minat terhadap sejarah sastra tidak hanya
memerhatikan sistem-sistem dan perkembangan sastra. Ia (juga akan memerhatikan
ciri-ciri khas yang terdapat dalam karya-karya sastra masing-masing,
(Luxemburg, dkk 1989: 3).
Penolakan sastra sebagai ilmu juga diungkapkan
oleh Wellek dan Warren. Mereka berpendapat bahwa sastra adalah suatu kegiatan
kreatif, sebuah karya seni. Sedangkan studi/ilmu sastra adalah cabang ilmu
pengetahuan. Akan tetapi sejumlah teoretisi menolak mentah-mentah bahwa telaah
sastra adalah ilmu (1989: 3).
Selain dari teoretisi sastra, pakar
ilmu alam berpendapat bahwa ilmu sastra tidak mampu mencapai taraf ilmiah
karena dalam kenyataannya ilmu sastra hanya mengimpor dasar-dasar ilmiah dari
bidang lain. Misalnya sosiologi, psikologi, tanpa memahami bahwa ilmu sastra
dapat ditemukan dalam sastra.
Pendapat lainnya bahwa dalam memahami sastra,
orang hanya memotong-motong sastra dari sudut ilmu lain. Pendapat lain lagi,
bahwa sastra dianggap tidak ilmiah karena cara pemahaman sastra dianggap
identik dengan omongan bertele-tele tanpa konsep yang jelas.
Keraguan terhadap keilmuan sastra masih juga
bergaung sampai sekarang. Hal ini tidak hanya di Universitas Amerika dan
Inggris tetapi juga di Universitas Negara lain, termasuk Indonesia.
Sastra dinyatakan tidak ilmiah karena kurang
konsisten, kurang percaya diri, sehingga tidak menghasilkan konsep yang jelas.
Budi Darma (1990: 338, 343), berpendapat kelemahan sastra sebagai ilmu di
Indonesia disebabkan oleh dominasi studi kebahasaan. Demikian juga para sarjana
sastra Indonesia kurang banyak membaca dan cenderung menerima segala sesuatu
secara langsung lugas dan jelas, tanpa pertimbangan dan evaluasi yang cermat.
Berdasarkan keraguan terhadap sastra sebagai
ilmu di atas, akademisi sastra tidak membiarkan terus berlangsung. Mereka
menyusun dan merumuskan sastra sebagai ilmu yang sejajar dengan ilmu lainnya.
Sastra sebagai bidang kajian ilmiah baru
dimulai pada abad 19. Para ilmuwan sastra menginginkan agar pendekatan terhadap
kegiatan manusia yang bernama sastra dapat dilakukan secara ilmiah. Dengan
demikian sastra berdiri sendiri sebagai satu bidang ilmu yang eksis.
Sastra sebagai salah satu bidang ilmu berbeda
dengan ilmu lainnya. Perbedaannya pada perhatian, pada penghayatan, bukan pada
kognisi. “Obyek ilmu sastra adalah kehidupan manusia yang sudah terabstraksikan
dalam karya sastra” (Budi Darma, 1990: 338). Oleh karena itu dalam ilmu sastra,
karya sastra
sebagai obyek utama kajian memiliki karakteristik khas yang berbeda dengan obyek-obyek
kajian ilmu lainnya.
Kepekaan yang tinggi dituntut dalam ilmu
sastra. Kepekaan tidak dapat diartikan, diformalasikan dengan jelas. Keilmiahan
ilmu sastra tidak eksplisit, tetapi implisit. Oleh karena itu,
ilmu sastra mampu membuktikan diri sebagai kajian ilmiah. Di dalamnya terdapat
unsur fakta/data, inferensi atau simpulan dan pendapat/judgement.
Selain itu langsung atau tidak ilmu sastra
selalu mengedepankan inkuiri, masalah, hipotesis terselubung dan jawaban
terhadap inkuiri, masalah serta pembuktian terhadap hipotesis terselubung
(Darma, 1990:342). Tahap-tahap dalam ilmu sastra tidak berjenjang secara
hierarkis seperti dalam ilmu pada umumnya (dari pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan terakhir evaluasi), tetapi lebih bersifat
melebar.
Titik berat ilmu sastra adalah pada
esensi karya sastra. Oleh karena itu, keilmiahan studi sastra memiliki sifat
tersendiri. Dengan demikian ilmu sastra memiliki keilmiahan sendiri.
C.
Objek Ilmu Sastra
Obyek ilmu sastra adalah kehidupan manusia yang sudah
diabstraksikan dalam karya sastra (Budi Darma, 1990: 338). Oleh karena itu,
obyek utama ilmu sastra adalah karya sastra. Karya sastra yang menjadi obyek
ilmu sastra itu bersifat kreatif, imajinatif, intuitif, bertitik tolak pada
penghayatan, berupa abstraksi kehidupan. Tanpa karya sastra tidak mungkin
bicara ilmu sastra.
Karya sastra lahir oleh dorongan manusia untuk
mengungkap diri tentang masalah manusia, kemanusiaan, dan semesta (Semi, 1993:
1). Karya sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat dan ilmu jiwa.
Sastrawan dapat dikatakan sebagai ahli ilmu jiwa dan filsafat yang
mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan bukan dengan cara teknis akademik,
melainkan melalui karya sastra.
Karya sastra adalah karya seni yang memiliki
budi, imajinasi, emosi. Karya sastra juga sebagai karya kreatif yang
dimanfaatkan sebagai konsumsi intelektual dan emosional.
Karya sastra adalah hasil ekspresi individual
penulisnya. Oleh karena itu kepribadian, emosi, dan kepercayaan penulis akan
tertuang dalam karya sastranya.
Karya sastra adalah hasil proses kreatif. Karya
sastra bukanlah hasil perkerjaan yang memerlukan keterampilan sesuatu seperti
membuat sepatu, kursi atau meja. Karya sastra memerlukan perenungan, pengendapan
ide, langkah tertentu yang berbeda antara sastrawan yang satu dengan sastrawan
yang lain.
Karya sastra memiliki bentuk dan gaya yang
khas. Kekhasan karya sastra berbeda dengan karya nonsastra. Kekhasan karya
sastra harus dibedakan atas genre karya sastra, yaitu puisi, prosa dan drama.
Bahasa yang digunakan dalam karya sastra juga memiliki kekhasan.
Bahasa dalam karya sastra telah mengalami penyimpangan, pemutarbalikan dari
bahasa praktis sehari-hari. Bahasa yang sudah biasa dan dikenal diasingkan, disulap,
digali dan diberi makna baru atau diberi penambahan muatan maknanya. Oleh sebab
itu karya sastra dipandang sebagai wujud referensi wacana. Wacana sastra
dipandang sebagai suatu pemakaian bahasa tertentu bukan sebagai ragam bahasa
tertentu.
Karya sastra mempunyai logika tersendiri.
Logika karya sastra erat berkaitan dengan konvensi karya sastra. Logika karya
sastra mencakup isi dan bentuk karya sastra. Bentuk pantun setiap
bait terdiri atas empat baris. Setiap baris terdiri atas empat kata atau 9 – 10
suku kata. Persajakan ab ab. Dari isinya baris satu dan dua hanya
merupakan pengantar (sampiran), sedangkan isinya ada pada baris ketiga dan
keempat. Semua itu merupakan logika puisi yang disebut pantun. Berubah
sedikit saja, berubah pula logikanya. Jika semua berupa isi maka disebut syair.
Dalam puisi ada yang tidak masuk akal jika
menggunakan logika biasa. Tetapi masuk akal dalam logika puisi. Dalam logika
biasa tidak mungkin lembaran daun berbunyi gemerincing apalagi seperti lonceng
katedral. Tetapi dalam logika puisi lembaran daun berbunyi gemerincing seperti
lonceng katedral justru logis. Dalam tersunyian, sedikit saja usikan
akan terasa besar akibatnya hingga daun yang jatuh saja dirasakan berbunyi.
Hal yang sama juga ditemukan bila membaca novel
Rafilus karya Budi Darma. Tokoh Rafilus digambarkan sebagai tokoh yang
tubuhnya seperti terbuat dari besi tidak bisa mati, kebal peluru, atau seperti
setan. Penggambaran tokoh rafilus yang demikian masuk akal dalam logika novel.
Dalam kenyataan sehari-hari, hal itu tidak masuk akal. Dalam novel Rafilus
diperlukan untuk menekankan tema novel. Oleh karena itu logika dalam karya
sastra dinilai dalam kaitannya dengan penyajian karya sastra. Bukan dengan
menggunakan ukuran logika di luar sastra. Sebab itu logika dalam karya sastra
disebut logika internal.
Karya sastra merupakan dunia rekaan (fiksi). Kata fiksi mempunyai
makna khayalan, impian, jenis karya sastra yang tidak berdasarkan kenyataan
yang dapat dipertentangkan dengan nonfiksi (cerita berdasarkan kenyataan).
Dalam kenyataannya, karya sastra bukan hanya berdasarkan khayalan, melainkan
gabungan kenyataan dan khayalan. Semua yang diungkapkan sastrawan dalam karya
sastranya adalah hasil pengetahuan yang diolah oleh imajinasinya.
Sastrawan memperlakukan kenyataan dengan tiga
cara yaitu, manipulasi, artifisial, interpretatif. Hanya
kadar kenyataan dalam karya sastra yang berbeda untuk setiap karya sastra.
Karya sastra yang bersifat biografis, otobiografis, historis, catatan
perjalanan, kadar kenyataannya lebih dominan.
Karya sastra mempunyai nilai keindahan
tersendiri. Karya sastra yang tidak indah tidak termasuk karya sastra. Setiap
daerah, golongan, waktu menentukan nilai keindahan yang berbeda. Saat Siti
Norbaya terbit, novel itu dianggap indah. Keadaannya menjadi lain
seandainya novel itu diterbitkan sekarang.
Karya sastra adalah sebuah nama yang diberikan
masyarakat kepada hasil karya seni tertentu. Hal ini mengisyaratkan adanya
penerimaan secara mutlak oleh masyarakat sastra.
Penerimaan bukan berarti karya sastra harus mudah diterima oleh
masyarakat dan sesuai dengan selera masyarakat. Hal itu akan merosokkan nilai
sastra. Karya sastra yang baik juga tidak selalu sulit dipahami. Segala sesuatu
yang dikatakan oleh masyarakat sastra sebagai karya sastra pada suatu masa pada
hakikatnya bisa dikelompokkam sebagai karya sastra. Sebaliknya bagaimana pun
baiknya suatu karya sastra berdasarkan obyeknya dan dimaksud oleh penulisnya
sebagai karya sastra bila masyarakat sastra menolaknya maka hasilnya bukan
karya sastra.
D.
Tujuan Ilmu Sastra
Ilmu sastra telaah karya sastra
secara ilmiah. Ilmu sastra membahas esensi ilmu sastra, sejarah dan
perkembangan ilmu sastra, metode ilmiah sastra, yang harus dikembangkan ilmuwan
atau calon ilmuwan sastra. Tujuan ilmu sastra sebagai berikut.
1.
Ilmu
sastra sebagai sarana pengujian pemahaman ilmiah sastra sehingga manusia
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah sastra. Seorang ilmuwan sastra harus
memili sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri sehingga dapat
menghindarkan diri dari sifat solipsistik mengganggap hanya pendapatnya yang
paling benar.
2.
Ilmu
sastra merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan sastra. Kecenderungan yang terjadi di kalangan para ilmuwan sastra
modern menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu sastra.
Satu sikap yang diperlukan menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau yang cocok
dengan struktur ilmu sastra, bukan sebaliknya. Metode ilmu sastra hanya sarana
berpikir bukan hakikat ilmu sastra.
3.
Ilmu
sastra memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan sastra. Setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis
– rasional agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas
penerimaan dan penggunaan metode ilmiah sastra, semakin valid metode tersebut.
E.
Ruang Lingkup Ilmu Sastra
Ilmu sastra mempunyai ruang lingkup kajian
sebagai berikut.
1.
Esensi
ilmu sastra.
2.
Teori
sastra cabang ilmu sastra.
3.
Sejarah
sastra cabang ilmu sastra.
4.
Kritik
sastra cabang ilmu sastra.
5.
Sastra
perbandingan cabang ilmu sastra.
6.
Sosiologi
sastra cabang ilmu sastra.
7.
Psikologi
sastra cabang ilmu sastra.
8.
Antropologi
sastra cabang ilmu sastra.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Ilmu
sastra adalah
·
ilmu
yang menyelidiki sastra secara ilmiah.
·
ilmu
yang menyelidiki karya sastra secara ilmiah.
·
Segala bentuk dan cara pendekatan ilmiah terhadap
karya sastra dan gejala sastra.
·
Sebuah telaah sistematis mengenai sastra dan
komunikasi sastra yang pada prinsipnya tidak menghiraukan batas-batas antarbangsa
dan antarkebudayaan.
B.
Sejarah ilmu sastra bermula
dari abad 19, dari perdebatan para tokoh tentang sastra. Beberapa dari mereka
mengatakan bahw sastra bukanlah sebuah ilmu. Melainkan sebuah seni. Namun
beberapa ilmuwan mempunyai pendapat bahwa sastyra sebagai ilmu memiliki
keilmiahannya sendiri. Dalam ilmu sastra, objek kajiannya adalah karya sastra
itu sendiri.
C.
Obyek
ilmu sastra adalah kehidupan manusia yang sudah diabstraksikan dalam karya
sastra (Budi Darma, 1990: 338). Oleh karena itu, obyek utama ilmu sastra adalah
karya sastra. Karya sastra yang menjadi obyek ilmu sastra itu bersifat kreatif,
imajinatif, intuitif, bertitik tolak pada penghayatan, berupa abstraksi
kehidupan. Tanpa karya sastra tidak mungkin bicara ilmu sastra.
D.
Tujuan ilmu sastra adalah
:
1.
Ilmu
sastra sebagai sarana pengujian pemahaman ilmiah sastra
2.
Ilmu
sastra merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuan sastra
3.
Ilmu
sastra memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan sastra.
E.
Ruang lingkup ilmu sastra
adalah :
1.
Esensi
ilmu sastra.
2.
Teori
sastra cabang ilmu sastra.
3.
Sejarah
sastra cabang ilmu sastra.
4.
Kritik
sastra cabang ilmu sastra.
5.
Sastra
perbandingan cabang ilmu sastra.
6.
Sosiologi
sastra cabang ilmu sastra.
7.
Psikologi
sastra cabang ilmu sastra.
8.
Antropologi
sastra cabang ilmu sastra
DAFTAR PUSTAKA
Badrun, Ahmad. 1983. Pengantar
Ilmu Sastra:(Teori Sastra) untuk SMA. Surabaya: Usaha Nasional
Eddy, Nyoman Thusthi. 1991. kamus
istilah sastra Indonesia. Flores,NTT: Nusa Indah
Erneste, Pamusuk. 1994. kamus
sastra untuk pelajar. Flores, NTT: Nusa indah
Hartoko, Dick dan B.
Rahmanto. 1986. Pemandu di dunia sastra. Yogyakarta: Kanisius
Mahayana, Maman S. 2003. 9
jawaban Sastra Indonesia:sebuah orientasi kritik. Jakarta: Bening
Purba,
antilan. 2010. Pengantar Ilmu Sastra. Medan: Usu Press
http://ahmadcityzen.blogspot.com/?zx=649c130b39786575
(Rabu/20/Mar/2013)
[1] Ahmad Badrun,Pengantar Ilmu
Sastra:(Teori Sastra) untuk SMA(surabaya:Usaha Nasional,:1983) hlm 11
[2] Nyoman Thusthi Eddy,kamus istilah
sastra Indonesia(Flores,NTT:nusa indah,1991)hlm 96
[3] Pamusuk Erneste,kamus sastra
untuk pelajar(Flores,NTT:Nusa indah,1994)hlm 47
[4] Maman s. Mahayana,9 jawaban
Sastra Indonesia:sebuah orientasi kritik(Jakarta:Bening,2003)hlm 347
[5] Dick hartoko dan B. Rahmanto,Pemandu
di dunia sastra(Yogyakarta:kanisius,1986)hlm 125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar