Senin, 28 Oktober 2013

makalah paragraf dan wacana



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Bahasa merupakan suatu hal yang tidak bisa terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa selalu berkaitan dengan setiap aktifitas kita. Selain sebgaia alat komunikasi, bahasa merupakan media penyampai informasi. Secara tidak sadar kita sudah melakukan fungsi itu.
Ketika kita berdialog dengan tetangga, dengan kawan, dengan penjual sayur, dan sebagainya. Bahkan ketika kita membaca sebuah pengumuman di pinggir jalan, membaca surat kabar pagi, mendengarkan informasi dari televisi, maupun radio.

Bahasa, mulai dari unit gramatikal terkecil, yaitu kata, kalimat, paragraf, wacana, semuanya mempunyai kesinambungan yang tidak dapat terpisahkan. Dari mulai unsur kata, hingga wacana yang merupakan unit gramatikal terbesar dari bahasa, mempunyai sebuah maksud yang ingin disampaikan kepada pembaca. Wacana yang merupakan gramatikal terbesar mempunyai peran untuk menyampaikan maksud secara rinci dan jelas kepada pembaca. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis ingin memaparkan tentang paragrafsebagai unsur pembentuk wacana.

B.     Rumusan masalah
1.      Apakah pengertian wacana?
2.      Bagaimana paragraf sebagai unsur pembentuk wacana?
3.      Apa saja jenis-jenis dari wacana?







BAB II
PEMBAHASAN


Pada bab-bab terdahulu telah diungkapkan apakah itu kata, kalimat, paragraf serta jenis-jenis dan syarat-syarat paragraf yang baik. Wacana terdiri atas berbagai paragraf yang mempunyai koherensi dan kohesi. Sebuah paragraf yang saling  tidak memiliki koherensi maka tidak bisa disebut sebagai wacana. Wacana menurut beberapa ahli mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Namun esensinya tetap sama.
A.    Pengertian wacana
beberapa tokoh bahasa dan ilmuwan bahasa memiliki pengertian tersendiri tentangwacana. Berikut ini pemeparan pengertian wacana menurut beberapa tokoh dan literatur :
1.      Menurut  buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan yang menghubungkan proposisi satu dengan proposisi yang lain membentuk kesatuan yang dinamakan wacana[1].
2.      wacana adalah unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat[2]
3.      Wacana menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik Edisi Ketiga (1993: 231) adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, seri ensiklopedia, dsb)[3]
4.      Aminudin mengemukanan wacana adalah kesuluruhan unsur-unsur yang membangun perwujudan paparan bahasa dalam peristiwa komunikasi[4]
5.      Edmonson di dalam spoken Discourse: A model jor Analysism(1981), wacana adalah satu peristiwa yang terstruktur  diwujudkan di dalam perilaku linguistik (bahasa) atau yang lainnya[5]
6.      Menurut Abdul Chaer Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar
7.      Soeseno Kartomihardjo menyatakan bahwa analisis wacana merupakan cabang ilmu bahasa yang dikembangkan untuk menganalisis suatu unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat dan lazim disebut wacana. Unit yang dimaksud dapat berupa paragraf, teks bacaan, undangan, percakapan, cerpen, dan sebagainya
8.      Renkema  mengemukakan studi wacana adalah disiplin ilmu yang ditekuni untuk mencari hubungan antara bentuk dan fungsi di dalam komunikasi verbal. Studi wacana merupakan disiplin ilmu linguistik yang bertujuan menyelidiki bukan saja hubungan antara bentuk dan makna, melainkan juga keterkaitan antara bentuk dan fungsi bahasa di dalam komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai sarananya.
9.      B.H. Hoed mengatakan wacana adalah suatu bangun teoritis yang bersifat abstrak. Wacana dikaji sebagai bangun teoritis yang memperlihatkan hubungan antara satu proposisi atau sejumlah proposisi dengan kerangka acuannya yang berupa konteks dan sittuasi.
10.  Praptomo Baryadi mengemukakan wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, kutbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari segi bentuk bersifat kohesif, saling terkait dan dari segi makna bersifat koheren, terpadu[6]
Dari beberapa pemaparan para tokoh dan berbagai literatur diatas dapat kita tarik benang merah bahwa wacana merupakan sebuah kesatuan dari berbagai kalimat yang berkaitan yang menghubungkan  proposisi satu dengan yang lainnya, serta kesatuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana dikatakan pula sebagai salah satu istilah umum dalam ilmu komunikasi (Richards, dkk., 1989). Tata bahasa, dikatakannya mengacu pada kaidah-kaidah pemakaian bahasa, pada bentuk unit-unit gramatikal, seperti ; frase, klausa, kalimat, sedangkan wacana mengacu  pada unit-unit bahasa yang lebih besar, seperti paragraf-paragraf, percakapan-percakapan, dan wawancara-wawancara. Wacana, dalam hal ini dianggap sebagai hasil tindakan komunikasi (pemakaian bahasa), dengan acuan bahwa wacana berkaitan dengan unit-unit gramatikal dalam pemakaian bahasa, dan menunjukkan unit-unit bahasa yang lebih besar dari gramatika (morfologi sitaksis) jelas pada tataran yang diacu sebagai unsur yang disebut wacana.
            Wacana adalah kesatuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, disampaikan secara lisan dan tulis (lihat tarigan, 1987:27). Pemahaman ini memacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan keserasian hubungan unsur-unsur dalam wacana, sedangkan koheren merupakan kepaduan wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide.[7]



B.     Paragraf sebagai unsur wacana
Wacana merupakan kesatuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Wacana terdiri atas beberapa paragraf yang mempunyai koherensi dan kohesif antara paragraf satu dengan yang lainnya. Kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik atau koheren. Salah satu unsur kohesi adalah hubungan sebab-akibat, baik antarklausa maupun antarkalimat.[8] Sedangkan koheren adalah kepaduan antara paragraf satu dengan yang lainnya.
            Sebagaimana yang telah kita pelajari bersama bahwa syarat-syarat paragraf yang baik adalah :
1.      Kesatuan paragraf
2.      Kepaduan paragraf
3.      Ketuntasan
4.      Konsistensi sudut pandang
5.      Keruntutan
Mengacu pada syarat-syarat yang menjadikan paragraf itu baik, maka seperti halnya pula sebuah wacana. Sebuah pemaparan bisa dikatakan wacana apabila terdiri dari paragraf-paragraf yang padu, runtut, konsisten terhadap sudut pandang, dan tuntas.
Sebuah wacana harus mempunyai kesatuan dan kepaduan antar paragraf satu dengan yang lain. Sebuah wacana mempunyai topik yang harus terkandung di setiap bagian paragraf dari sebuah wacana. Sebuah wacana juga harus mempunyai konsitensi sudut pandang dalam memaparkan sebuah berita, masalah, ataupun cerita. Ke-konsistensi-an sudut pandang menentukan bagaimana penulis melihat sebuah realita, masalah, atau cerita. Antara paragraf pertama sampai dengan paragraf terakhir sebuah wacana harus mempunyai sudut pandang yang sama. Ini dimaksudkan agar pembaca bisa memahami wacana yang telah penulis buat.
            Wacana merupakan sarana penyampai informasi dari penyapa dan pesapa. Dalam wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar. Dalam bentuk tulis, penyapa adalah penulis, sedangkan pesapa adalah pembaca[9]. Sehingga hal ini menutut sebuah wacana untuk bisa difahami oleh pesapa. Wacana harus bisa menyampaikan maksud  dari penyapa menuju pesapa. Inilah salah satu fungsi wacana, yaitu untuk menyampaikan informasi dari pihak satu ke pihak lainnya.

C.    Jenis-jenis wacana
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media wacana merupakan verbal (1) dan non verbal (1) sebagai media komunikasi berwujud tuturan lisan dan tulis, sedangkan dari segi pemaparan, kita dapat memperoleh jenis wacana yang disebut naratif, deskriptif, prosedural, dan hortatori. Dari jenis pemakaian kita akan mendapatkan wujud monolog (satu penutur), dialog (dua orang penutur), dan polilog (lebih dari dua orang penutur).
1.      Realitas wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan non verbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya. Nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian non bahasa. Wacana non bahasa yang berupa isyarat antara lain berupa :
a.       Isyarat dengan gerak-gerik sekitar kepala atau muka. Misalnya gerak mata, melotot atau berkedip
b.      Isyarat melalui gerak anggota tubuh selain kepala misalnya gerak seluruh tubuh yang terlihat pada pantomim.
Tanda-tanda non bahasa yang bermakna berupa:(1) tanda-tanda rambu lalu lintas.
2.      Media komunikasi wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya berupa :
a.       Sebuah percakapan atau dialog yang lengkap dari awal sampai akhir, misalnya obrolan di warung kopi
b.      Satu penggalan ikatan percakapan (rangkaian percakapan yang lengkap, biaanya memuat: gambaran situasi, maksud, rangkaian penggunaan bahasa) yang berupa :
Ica       :.................................................
Ania    : “apakah kau punya korek?”
Rudi    : “tertinggal di ruang makan tadi pagi”
Penggalan wacana ini berupa bagian dari percakapan dan merupakan situasi yang komunikatif.
3.      Pemaparan wacana
Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi wacana : naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan deskritptif (lihat Liamzom, 1984).
Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakan atau menyajikan hal atau kejadian (peristiwa) melalui penonjolan pelaku. Isi wacana ditujukan ke arah memperluas pengetahuan pembaca atau pendengar. Kekauatan wacana ini terletak pada urutan cerita berdasarkan waktu, cara-cara bercerita, atau alur (plot). Perhatikan cerita di bawah ini :
Sambil merapatkan kaca nako, Odi mengamati keadaan di luar. Ia merasa heran melihat daun palem yang tumbuh belum seberapa tinggi itu bergoyang.
“Tidak mungkin digoyang angin. Ah, pasti ada kucing yang lewat tadi,” pikir Odi menenteramkan hati. Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang belum tuntas. Tetapi beberapa menit kemudian, ia merasa ingin menoleh sekali lagi ke jendela kamar. Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju kamar bang Agus di sebelah kamarnya.
(wajah di balik jendela)

Wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara berurutan dan secara kronologis. Wacana prosedural disusun untuk menjawab pertanyaan bagaimana cara mengerjakan atau menghasilkan sesuatu.
Petunjuk menelepon
a.    Angkatlah gagang telepon umum koin tersebut.
b.     Masukkan koin sebanyak yang diminta.
c.     Tekanlah nomor telepon temanmu tersebut.
d.     Tunggulah sampai terdengar nada sambung.
e.     Jika telah tersambung, berikan salam dan sebutkan namamu.
f.     Katakan maksudmu dan siapa yang akan diajak bicara.
g.     Gunakan kalimat singkat dan sopan.
h.     Akhiri menelepon dengan ucapan terima kasih dan salam penutup.
i.     Letakkan gagang telepon di tempat semula

Wacana hortatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasihat. Tuturan dapat pula berupa ekspresi yang memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan. Wacana ini digunakan untuk mempengaruhi pendengar atau pembaca agar terpikat akan suatu pendapat yang dikemukakan.
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan dari sebuah pandangan. Pada umumnya ceramah atau pidato
Wacana derkriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melikiskan sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturnya.
           
4.      Jenis pemakaian wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog dan polilog. Wacana monolog merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicara anatara dua pihak yang berkepentingan. Jenis wacana ini berupa : surat, bacaan, cerita, dll. Wacan yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak, terdapat pada konversasi(percakapan). Wacana dialog dapat berupa : pembicaraan tekepon, tanya jawab, wawancara, teks drama dan film. Wacan polilog melibatkan partisipan pembicara di dalam konversasi[10].










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Wacana adalah satuan gramatikal terbesar dan tertinggi, kesatuan dari beberapa klausa yang mempunyai proposisi yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
2.      Paragraf sebagai unsur pembentuk wacana harus memenuhi persyaratan paragraf yang baik dan harus padu serta runtut terhadap paragraf satu dengan yang lainnya. Karena sebuah wacana merupakan sarana untuk menyampaikan maksud dari penulis
3.      Jenis-jenis wacana:
ü  Dari segi realitasnya :verbal dan non verbal
ü  Dari segi media komunikasi wacana : lisan dan tulis
ü  Dari segi pemaparan wacana : naratif, prosedural, hortatori,ekspositori, dan deskriptif
ü  Dari segi jenis pemakaian wacana : monolog, dialog, polilog














DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan Nasional. 1993. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. jakarta: perum balai pustaka
fatimah djajasudarma. 1994. Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur. Bandung: PT Refika Aditama
 








[1] Departemen Pendidikan Nasional, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (jakarta: perum balai pustaka,1993) 334
[5] Edmonson: 1981 oleh fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung: PT Refika Aditama,1994),2
[7] fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung: PT Refika Aditama,1994),3-4
[8] Departemen Pendidikan Nasional, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (jakarta: perum balai pustaka,1993), 343
[9] fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung: PT Refika Aditama,1994), 4
[10] fatimah djajasudarma, Wacana pemahaman adan hubungan antar unsur, (Bandung: PT Refika Aditama,1994), 5-13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar