Senin, 28 Oktober 2013

makalah sejarah pendiidkan islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah pendidikan islam adalah sejarah yang paling menarik untuk diungkap. Selain karena menyangkut peradaban islam yang sedang berlangsung pada masanya, juga menyangkut dengan beberapa peristiwa yang sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan islam pada masa itu. Setelah pendidikan islam dirintis oleh rosulullah bersama para sahabatnya, perkembagannya kemudian diteruskan oleh khulafaurrasyidin yang memerintah pada masanya masing-masing. Diawali oleh Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan yang terakhir Ali bin Abi Thalib.

Dalam kesempatan kali ini, pada makalah ini akan kami bahas perkembangan pendidikan pada masa khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pada masa ini, pendidikan islam mengalami banyak perkembangan. Diantaranya banyak bermunculan beberapa cabang ilmu baru yang tidak terdapat pada masa khalifah sebelumnya. Untuk itu pada kesempatan kali ini kami akan mencoba untuk mengaji tentang perkembangan pendidikan islam pada masa Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Selain karena makalah ini merupakan sebuah tugas yang harus diselesaikan dalam mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam, kami juga berharap sajian kami kali ini dapat memperkaya khazanah keilmuan teman-teman tentang sejarah pendidikan islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana perkembangan pendidikan pada masa Usman bin Affan?
2.      Bagaimana perkembangan pendidikan pada masa Ali bin Abi Thalib?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui perkembangan pendidikan pada masa Usman bin Affan
2.      Mengetahui perkembangan pendidikan pada masa Ali bin Abi Thalib

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pendidikan pada Masa Usman Bin Affan
Nama lengkapnya adalah Usman Ibn Abil Ash Ibn Umaiyah. Beliau masuk Islam atas seruan Abu Bakar Asyiddiq. Usman Ibn Affan adalah termasuk saudagar besar yang kaya dan sangat pemurah menafkahkan kekayaannya untuk kepentingan umat Islam. Usman diangkat menjadi khalifah berdasarkan hasil dari pemilihan panitia enam yang di tunjuk oleh khalifah umar Ibn Khatab menjelang beliau akan meninggal. Panitia enam ini adalah usman, Ali ibn Abi Thalib,Tholhah, Zubair ibn AwwamSaad ibn Abi Waqosh, dan Abdurrohman Ibn auf[1].
Kegiatan pendidikan pada masa khalifah Usman Ibn affan masih berjalan seperti yang dilakukan oleh khalifah sebelumnya[2]. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Para sahabat yang berpengaruh pada masa Rosulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan madinah dimasa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di daerah-daerah lain yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat berpengaruh bagi pelaksanaan pendidikan islam di daerah-daerah[3]. Di daerah tersebut mereka dapat memeberikan ilmu-ilmu yang mereka dapat dari Rosulullah. Ini bararti murid-murid yang berasal dari daerah itu tidak usah lagi pergi ke Madinah hanya untuk menuntut ilmu[4]. Pola pendidikan yang seperti ini dapat meringankan masyarakat dalam menuntut ilmu.

Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur. Beliau adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan masjid al-Haram (Mekkah) dan masjid Nabawi (Madinah) karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Beliau mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya, membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid, membangun pertanian, menaklukan Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat[5].
Khalifah Usman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang sudah berjalan. Namun ada usaha yang cemerlang yang memungkinkan akan berpengaruh luar biasa bagi pendidikan islam, yaitu untuk mengumpulkan ayat-ayat al qur’an. Penyalinan ini terjadi karena karena adanya perselisihan dalam bacaan Al qur’an. Berdasarkan hal ini , khalifah usman memerintahkan tim untuk penyalinan tersebut. Adapun tim tersebut adalah Zaid Ibn Tsabit, Abdullah Ibn Zubair, Zaid Ibn Ash, dan Abdurrohman Ibn Harist[6]. Yang mana Penyalinan tersebut dipimpin oleh Zaid Ibn Tsabit[7].
Pada masa ini umat islam telah tersebar. Mereka memerlukan pemahaman Al Qur’an yang mudah dimengerti dan mudah dijangkau oleh alam fikiranya. Mereka kebanyakan ukan dari orang yang berbahasa arab dan mengetahui sebab-sebab turunya Al Qur’an. Oleh karena itu mereka membutuhkan tafsir Al Quran dan sejarah turunya Al Qur’an untuk memudahkan mereka dalam mengambil ketetapan hukum. Peranan hadis sangat sangat penting untuk membantu menjelaskan Al Qur’an. Tetapi sampai saat ini hadis belum ditulis. Penyampaianya masih dengan cara meriwayatkan atau memberitakan melalui lisan guru kepada muridnya.
 Lambat laun dari penyampaian hadist timbulah bermacam cabang ilmu hadist. Pemgambilan ketetapan hokum dari Al Quran dan hadist menimbulkan ilmu Fiqih. Jadi pada masa Usman ilmu agam sudah mulai meluas dan bercabang-cabang[8].
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa khalifah Usman Ibn Affan diserahkan pada umat sendiri, artinya pemerintah tidak mengamgkat guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharap keridhoan Allah[9]. Adapun obyek pendidikan pada masa itu terdiri dari empat golongan,  yakni:
1.      orang dewasa atau orang tua yang baru masuk islam,
2.      anak-anak (baik orang tuanya baru masuk islam maupun orang tuanya sudah lama masuk islam),
3.      orang dewasa atau orang tua yang sudah lama masuk islam, dan
4.      orang yang mengkhususkan dirinya menuntut agama islam secara luas dan mendalam.
  Dari keempat golongan tersebut pelaksanaan tidak ungkin dengan cara yang sama, tetapi harus diadakan pengklasifikasian yang rapih dan sistematis, di sesuaikan dengan kemampuan dari terdidik sendiri. Dapat diperkirakan metode yang digunakan untuk golongan pertama selain ceramah yaitu hafalan dan latihan serta contoh dan peragaan, bagi golongan kedua selain ceramah yakni metode hafalan dan latihan, sedangkan bagi golongan ketiga selain ceramah menggunakan metode diskusi, Tanya jawab dan hafalan, demikian juga bagi golongan   diperlukan metode ceramah, diskusi, Tanya jawab dan sedikit hafalan. Pendidikan golongan keempat ini lebih bersifat pematangan dan pendalaman[10].
Mata pelajaran yang diberikan sesuai dengan kebutuhan terdidik dengan urutan mendahulukan pengetahuan yang sangat mendesak dan penting untuk dijadikan pegangan hidup beragama. Bagi mereka yang berminat mengkhususkan dirinya untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang lebih luas dan mendalam diberikan kuliah Tafsir, Hadist, Fiqih, Bahasa Arab, Syair dan sebagainya. Guru-guru mereka adalah para sahabat Rosul yang memiliki ilmu-ilmu tersebut. Hasil dari pendidikan para sahabat ini disebut ulama’ Tabi’in, para Ulama’ Tabi’in ini tidak hanya mencukupkan ilmu yang telah diterimanya, tetapi mereka berusaha dengan berijtihad dengan begitu ilmu agama lebih maju dan lebih berkembang daripada keadaan sebelumya.
Tempat belajar masih seperti keadaan sebelumnya, mereka belajar di kuttab, dimasjid atau dirumah-rumah yang sediakan mereka sendiri atau dirumah mereka sendiri atau dirumah para gurunya.

B. pendidikan Islam Pada Masa Ali bin Abi Thalib (656-661 M)
1.      Kondisi sosial politik pada masa Ali bin Abi Thalib
Pasca Usman bin Affan wafat, kekhalifahan diteruskan oleh Ali bin Abi Thalib. Ali bin abi Thalib tterpilih menjadi khalifah ketika negara dalam kondisi tidak stabil. Beliau terpilih setelah negara mengalami kekosongan pemerintahan selama 5 hari. Ali bi Abi Thalib memimpin menjadi khalifah selama 6 tahun dan selalu di tandai oleh keadaan pemerintahan yang tidak stabil. Konflik, huru-hara, dan pemberontakan sering bermunculan. Misalnya pemberontakan Thalhah dan Zubair yang didukung Siti Aisyah, mantan istri Rasululloh SAW. Pemberontakan ini muncul karena mereka menilai Ali bin Abi Thalib tidak mau mengambil tindakan menghukum para pembunuh Usman. Pemberontakan ini  selanjutnya menimbulkan perang jamal (unta) karena Siti Aisyah dalam pertempuran tersebut mengendarai unta, dan berakhir dengan kemenangan di pihak Khalifah Ali bin Abi Thalib. Selain itu, kebijakan Ali juga telah memancing timbulnya perlawanan dari gubernur di Dasamskus, Muawitah yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasakan kehilangan kedudukan dan kejayaannya. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan pertempuran antara pasukan Ali dengan Muawiyah di Shiffin, dan berakhir dengan melakukan thkim (arbitrase). Namun demikian, cara penyelesaina perang dengan perundingan ini menyebabkan timbulnya beberapa golongan da;am umat islam. Diantaranya ada golongan Syi’ah yaitu golongan yang  berpihak pada khalifah Ali, golongan Khawarij yaitu golongan yang menyatakan diri berpisah dengan golongan Ali, dan ada golongan Muawiyah, yang selanjutnya disebut sebagai kaum sunni atau Ahl al-Sunnah wa-al jama’ah. Keadaan ini sngat tidak menguntungkan bagi pemerintahan Ali bi Abi Thalib. Keadaan Ali dan kelompoknya semakin lemah, sebaliknya keadaan muawiyah maikn kuat, dan akhirnya pada tanggal 20 Ramadhan tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota kelompok Khawarij[11]. 
2.      Perkembangan pendidikan islam masa Ali bin Abi Thalib
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib, pendidikan islam tidak begitu mengalami perkembangan karena pada masa pemerintahan beliau disibukkan oleh berbagai urusan negara. Selain banyak terjadi pemberontakan, beliau juga telah diwarisi sistem pemerintahan yang perlu dibenahi. Sehingga pendidikan islam islam tidak begitu berkembang pada masa khalifah Ali. Prof. Dr. Ahmad Shalabi mengatakan : “sebetulnya tidak pernah ada barang satu hari pun, keadaan yang stabil selama pemerintahan Ali. Tak ubahnya beliau sebagai seorang menambal kain usang, jangankan menjadi baik malahan bertambah sobek. Sudah demikianlah rupanya nasib beliau.” Karena itu apat diduga bahwa kegiatan pendidikan pun pada saat ini mendapat gangguan dan hambatan, terhambat oleh adanya perang saudara, meskipun tidak terhenti sama sekali. Stabilitas dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya perkembangan dan pembangunan dalam segala bidang kehidupan masyarakat itu sendiri; baik ekonomi, politik, sosial budaya maupun pengembangan intelektual dan agama. Ali sendiri pada saat itu tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh perhatiannya ditumpahkan pada ,asalah yang lebih penting dan sangat mendesak yang akan memberikan jaminan keamanan, ketertiban dan ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yakni mempersatukan kembali kesatu paduan ummat. Akan tetapi sayang, ali tidak sempat meraihnya.
Namun pada masa kekhalifahannya, ali menambahkan satu cabang ilmu baru. Yaitu ilmu nahwu. Menurut pendapat beliau bahwa kesalahan-kesalahan dalam membaca ayat Al-Qur’an harus dihindari. wilayah kekuasaan arab telah meluas hingga melampaui luar jazirah arab, seperti di daerah sekitar sungai eufrat, tigris, Amu Dariyah dan indus. Bangsa-bangsa selain bangsa arab tersebut harus dibantu dalam memahami bahasa Al-Qur’an. Karena itu, khalifah ali menugaskan kepada Aswad Ad-Duali untuk mengarang pokok-pokok ilmu nahwu, agar masyarakat dapat mempelajari Al-Qur’an dengan mudah
Demikian kehidupan pendidikan pada masa khalifah Ali. Dengan adanya cabang ilmu baru, yaitu nahwu. Pendidikan yang masih berjalan adalah seperti apa yang telah berlaku sebelumnya dengan sarana yang sudah ada. Hanya motivasi dan dasar falsafah pendidikan, selain yang sudah ada dan telah dibina oleh Rasulullah SAW, juga tumbuh motivasi dan dasar falsafah pendidikan baru yang dibina oleh kaum Syi’ah dan kaum Khawarij. Hal mana akan mengakibatkan bermacamnya pandangan dan faham yang menjadi dasar dan landasan cara berfikir yang lebih lanjut akan memberikan kesempatan untuk mencerai beraikan ummat di masa mendatang.





BAB III
KESIMPULAN
           
            Nama lengkap khalifah Usman adalah Usman Ibn Abil Ash Ibn Umaiyah. Beliau masuk Islam atas seruan Abu Bakar Asyiddiq. Usman diangkat menjadi khalifah berdasarkan hasil dari pemilihan panitia enam yang di tunjuk oleh khalifah umar Ibn Khatab menjelang beliau akan meninggal. Kegiatan pendidikan pada masa khalifah Usman Ibn affan masih berjalan seperti yang dilakukan oleh khalifah sebelumnya. Pendidikan dimasa ini hanya melanjutkan apa yang telah ada, hanya sedikit terjadi perubahan yang mewarnai pendidikan islam. Usaha usman yang sangat berpengaruh bagi pendidikan islam yakni pembukuan AlQur’an.
            Setelah wafatnya Usman, untuk sementara Ali mendapat dukungan masyarakat dan dan terpilih menjadi khalifah. Dikatakan untuk sementara karena ternyata tidak lama kemudian mereka menentang Ali. Seteleh Ali menjabat menjadi Khalifah banyak terjadi perang saudara terjadi antara sesama muslim dan menimbulkan korban yang banyak. Padahal Rosulullah mengharamkan darah sesame muslim. Pada masa khalifah Ali tidak ada perkembangan pendidikan dalam segi apapun, hanya muncul aliran-aliran baru yang akhirnya membawa motivasi dan dasar baru. Pada zaman Ali juga muncul ilmu nahwu, dampak dari perluasan wilayah islam.



[1] Samsul nizar, Sejarah pendidikan Islam, Kencana Prenata Media (Jakarta, 2007)  hlm. 48
[2] Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, (Bandung, 1983) hlm. 57
[3] Samsul nizar, Sejarah pendidikan Islam, Kencana Prenata Media (Jakarta, 2007)  hlm. 49           
4 Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, (Bandung, 1983) hlm. 57                  

[5] http://elangjawa-hidup.blogspot.com/2010/12/makalah-spi-pengembangan-pendidikan.html
[6] Samsul nizar, Sejarah pendidikan Islam, Kencana Prenata Media (Jakarta, 2007)  hlm. 49
7 Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, (Bandung, 1983) hlm. 59

[8] Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, (Bandung, 1983) hlm. 60
[8] Samsul nizar, Sejarah pendidikan Islam, Kencana Prenata Media (Jakarta, 2007)  hlm. 49
               
[10] Soekarno, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Angkasa, (Bandung, 1983) hlm. 60-61



[11] Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2011) ,116

Tidak ada komentar:

Posting Komentar